Sejarah Singkat Republik Langfang, Republik Pertama Di Dunia Yang Terletak Di Mandor,  Kalimantan Barat

Sejarah Singkat Republik Langfang, Republik Pertama Di Dunia Yang Terletak Di Mandor, Kalimantan Barat

Republic Of Langfang adalah Republik pertama di dunia yang berada di pelosok Kalimantan Barat, Republik Langfang bertelak di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat. Monumen sejarah yang menjadi peninggalan dari republik ini adalah sebuah makam dengan nisan tua dengan keterangan dari tulisan mandarin. Menurut cerita warga setempat makam ini merupakan makam dari Presiden pertama Langfang. Republik Langfang merupakan sebuah kongsi Tionghoa yang bertahan paling lama, yaitu sejak tahun 1777 sampai dengan tahun 1884. Banyak versi yang mengisahkan berakhirnya kekuasaan Republik Langfang di Mandor, diantaranya disebabkan oleh infansi yang dilakukan oleh Belanda untuk menguasi wilayah Mandor dan sekitarnya di Kalimantan Barat.

       Awal kisah berdirinya Republik Langfang tidak terlepas dari peran kerajaan Melayu di Kalimantan Barat. Pada awalnya para Sultan Kerajaan di Kalimantan Barat mendantangkan pekerja dari China pada abad ke-18 untuk bekerja pada pertambangan emas di Mandor. Keberadaan orang-orang China di Mandor sendiri disebabkan atas usaha yang dilakukan oleh Raja Panembahan Mempawah Opu Daeng Manambon. Selain itu, sekitar tahun 1750 M Sultan Sambas yaitu Sultan Abubakar Kamalludin juga mendatangkan orang-orang China untuk pertama kali diwilayah pertambangan emas Kesultanan Sambas yaitu di daerah Montraduk, Seminis dan Lara.

       Nama Republik Langfang sendiri didirikan sesuai dengan nama pemimpinya yaitu Lo Fong Pak yang pertama kali berlayar di usia 34 tahun, dia datang ke Kalimantan Barat saat mulai ramainya orang-orang mencari emas. Dengan menyusuri Han Jiang menuju Shantao, sepanjang pesisir Vietnam dan kemudian berlabuh di Kalimantan Barat tepatnya di daerah Kesultanan Sambas pada usia ke 41 tahun pada tahun 1774 M.

       Seiring bergantinya Kesultanan di Sambas yang menyebabkan para pekerja pertambanagan emas di Kesultanan Sambas semakin banyak, akhirnya mereka membuat kelompok berdasarkan wilayah pertambangan masing-masing. Pada sekitar tahun 1768 M, kelompok-kelompok pekerja China mendirikan sebuah perkumpulan usaha tambang masing-masing yang disebut dengan istilah Kongsi. Pada awalnya kongsi yang didirukan oleh para pekerja pertambangan emas menyatakan tunduk kepada Sultan Sambas namun kongsi-kongsi tersebut diberikan keleluasaan oleh Sultan Sambas pada saat itu untuk mengatur kongsinya masing-masing. Untuk masalah hasil dari pertambangan emas sendiri disepakati bahwa seluruh kongsi wajib menyisihkan hasil tambang secara rutin untuk di berikan kepada Kesultanan Sambas sebagai pemilik kekuasaan didaerah itu. Pada saat itu Sultan Sambas menerima bagian kurang lebih 1 kg emas murni setiap bulan dari hasil kong-kongsi tersebut.

     Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1770 M terjadi gejolak antara kongsi-kongsi pekerja China dan Kesultanan Sambas. Gejolak tersebut dilatarbelakangi oleh penolakan para kongsi pekerja China untuk memberikan bagian dari hasil pertamabang emas sebanyak 1 kg emas kepada Kesultanan Sambas seperti yang sudah rutin di lakukan sebelumnya. Para pekerja China hanya bersedia memberikan setengah kilogram emas ssetiap bulan, atau setengah dari kesepakatan sebelumnya. Selain masalah pembangkangan dalam perubahan bagi hasil, orang-orang kongsi China pada saat itu juga beberapa kali melakukan pembunuhan terhadap orang-orang dilingkungan Kesultanan Sambas yaitu orang-orang Dayak yang bertugas untuk mengawasi pertambangan emas atas perintah Sultan Sambas.

      Dengan kejadian pembangkangan yang dilakukan oleh para pekerja pertambangan yang tergabung dalam kongsi-kongsi, akhirnya Sultan Sambas pun marah dan mengerahkan pasukan untuk mendatangi daerah-daerah pertambangan dan terjadi pertempuran antara kongsi-kongsi dan pasukan Kesultanan Sambas. Pertempuran ini dimenangkan oleh pasukan dari Kesultanan Sambas dan membuat kongsi-kongsi ketakutan dan mau mengembalikan kesepakatan bagi hasil tambang emas seperti semula, yaitu dengan memberikan 1 kg emas murni setiap bulan untuk Kesultanan Sambas.

      Adapun versi lain yang menceritakan sejarah terjadinya gejolak antara Kesultanan Sambas dengan kongsi di awali dengan kerjasama antara Kesulatanan Sambas dan Kesultanan Pontianak. Kesultanan Pontianak terus ditekan untuk memusuhi Kongsi sehingga Kerajaan-Kerajaan mengirimkan pasukan-pasukan untuk menyerang Kongsi pekerja China di daerah-daerah pertambangan emas. Pada akhirnya Kongsi-Kongsi ini berjumlah sangat banyak, sekitar tahun 1770 M diperkirakan jumlah Kongsi mencapai 10 Kongsi di wilayah Kesultanan Samban. Dari 10 Kongsi tersebut terdapat dua Kongsi yang paling kuat yaitu Kongsi Thai Kong dan Kongsi Lan Fong. Pada Tahun 1774 M terjadi pertempuran anatara keduanya  yang pada akhirnya dimenangkan oleh Kongsi Thai Fong.

     Pada tahun 1776 M terdapat 14 Kongsi pekerja tambang emas China, 12 Kongsi berpusat di Montraduk dan 2 Kongsi lagi di wilayah Panembahan Mempawah yang berpusat di daerah Mandor. Dua Kongsi ini menyatukan diri dalam wadah lembaga yang bernama Hee Soon, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat mereka dari ancaman pertempuran sesama Kongsi seperti yang sudah pernah terjadi antara Kongsi Tahi Kong dan Lang Fong pada tahun 1774 M.  salah satu Kongsi dari 14 Kongsi tersebut adalah Kongsi Langfong yang didirikan kembali oleh Long Fong Pak dengan dia sendiri yang menjadi ketuanya.

     Setahun setelah itu, pada tahun 1777 M Lo Fong Pak memindahkan lokasii Kongsi Lanfong ke lokasi lain dimana lokasi Kongsi Lanfong yang baru tidak lagi di wilayah Kesultana Sambas, akan tetapi di wilayah Panembahan Mempawah atau tepatnya di daerah Mandor (Tung Ban Lut). Walaupun mempunyai kelompok induk yaitu Hee Soon, Kongsi-Kongsi  ini tetap menyatakan tunduk dibawah Kesultanan Sambas dan Panembahan Mempawah. Namun Kongsi-Kongsi diberi wewenang sendiri untuk mengangkat ketua dari kelompok mereka yang kemudian bertugas mengatur pertambangan dan wilayah sesuai yang dengan yang sudah disepakati.Long Fong Pak di Mandor kemudian menyatukan orang-orang Hakka di wilayah mereka untuk bergabung dalam organisasi  San Shin Cing Fu karena pada saat itu banyak orang-orang China yang berasal dari Suku lain.

      Singkat cerita dengan  berkuasanya Sutan Syarid Abdurahman di muara Sungai Lndak membuat Kongsi Lanfong bergantung pada aktivitas di muara sungai itu, sehingga hal ini membuat Lo Fong Pak menjadi lebih dekat dengan Kesultanan Pontianak daripada dengan Panembahan Mempawah meskipun daerah Kongsi mereka di bawah naungan Panemabahan Mempawah. Pada tahun 1789 M Sultan Pontianak dengan didukung Belanda melakukan serangan terhadap Panembahan Mempawah dengan tujuan merebut wilayah Panembahan. Untuk mendukung serangan ini, Sultan Pontianak saat itu juga mengajak Lo Fong Pak (Kongsi Langfong) untuk ikut serta dalam pasukan Kesultanan Pontianak untuk menyerang Panembahan Mempawah. Dalam pertempuran ini Panembahan Mempawah kalah kemudian pergi meninggalkan Mempawah dan menetap didaerah Karangan. Sejak saat itu hubungan Lo Fong Pak menjadi semakin dekat dengan Kesultanan Pontianak. Pada akhirnya Kongsi Langfong diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengatur wilayah Kongsinya namun tetap dibawah naungan Kesultanan Pontianak. Peristiwa ini terjadi ketika usia Lo Fong Pak pimpinan dari Kongsi Langfong berusia 57 tahun.

      Cara pemilihan pemimpin yang dilakukan oleh Kongsi Langfong menceriminkan sebuah kemajuan berfikir mereka dengan menggunakan metode suara terbanyak dalam pemilihan untuk menentukan siapa yang menjadi ketua dari mereka. Menurut pemahan saat ini hal seperti itu adalah sebuah cara demokratis dalam mennentukan pilihan dalam suatu kelompok orang.  Seorang sejarawan Belanda yang bernama J.J. Groot yang menerjemahkan tulisan Yap Siong Yoen atau anak tiri dari kapitan Kongsi Lan Fang yang terakhir. Dia mengiterpretasikan bahwa apa yang yang dilakuakn Kongsi Lanfong (Lanfang) terlalu jauh kemudian Lanfang diartikan sebagai Republik Lanfang.

     Lo Fang Pak kemudian terpilih kembali melalui system pemilihan umum untuk menjabat sebagai ketua daerah Kongsi Lan Fong, dan diberi gelar Ta Tang Chung Chang yang berate Kepala daerah otonomi dalam bahasa Mandarin. Peraturan Kongsi Lan Fong menyebut bahwa posisi ketua dan wakil ketua Kongsi Lan Fong harus dijabat oleh orang yang berbahasa Hakka (sebuah suku dari bangsa Tionghoa).

    Selain monumen berupa Makam tua yang menjadi peninggalan sejarah dari keberadaan Republik Langfang. Hingga saat ini masih ditemukan sisa-sisa pemukiman dari Kongsi Lanfang dan juga masih ditemukan keturunan-keturunan dari orang-orang yang bergabung dalam Kongsi tersebut. Selain itu, keberadaan bekas tambang emas berupa padang pasir putih menjadi saksi bisu yang mengisahkan betapa dahsyatnya pertambangan yang pernah dilakukan di daerah Mandor. Padang pasir tersebut merupakan sebuah fenomena broken forest dari cara pertambang tradisonal yang dilakukan oleh Kongsi-Kongsi China di masa lalu. Wilayah ini sangat sulit untuk di restorasi karena penggalian tanah yang terlalu dalam, sehingga permukaan sampai beberapa meter kedalam merupakan bebatauan dan pasir yang tandus. Sehingga sangat sulit untuk memperbaiki kkerusakan alam akibat peambangan emas yang pernah dilakukan pada zaman dulu.

       Meskipun menjadi monumen kerusakaan alam yang memprihatinkan, bekas tambang emas ini juga menciptakan pemandangan yang menajubkan. Hamparan pasir pustih yang luas di tengah hutan menjadikan daerah ini seperti padang pasir yang tersembungi di dalam hutan. Di bekas tambang emas ini juga terdapat danau kecil yang terbuat dari bekas galian yang terisi air hujan dan aliran mata air dari celah-celah bebatuan. Sehingga bekas tambang emas di mandor juga bisa dijadikan destinasi wisata sejarah dan pembelajaran bagi akademisi-akademisi yang mengkaji tentang hutan dan pertanahan. Karena bekas tambang emas seperti ini membutuhkan solusi dan menjadi ladang praktik untuk menemukan cara merestorasi atau memperbaiki. Keberadaan bekas tambang emas ini tidak jauh dari letak monumen makam Presiden pertama Langfang. Bekas tambang emas ini terletak disekitar Taman Makam Pahlawan Mandor.



Penulis : Zakaria Effendi 
Publish : 1 Maret 2021
 

Sungai Kapuas Punye Cerite

Sungai Kapuas Punye Cerite

 


Sungai Kapuas adalah sungai yang menjadi ikon Provinsi Kalimantan Barat dan juga kota Pontianak. Sungai Kapuas adalah sungai terpanjang di Kalimantan Barat, bahkan di Indonesia dengan panjang 1.143 km yang membetang dari hulu hingga ke hilir. Sungai Kapuas Punye Cerite sendiri menjadi salah satu lirik  lagu yang diciptakan oleh Paul Putra Frederick dengan judul Aek Kapuas. Secara bahasa Sungai Kapuas Punye Cerite berarti Sungai Kapuas Punya Cerita, namun kalimat ini mempunyai makna mendalam yang menggambarkan keindahan Sungai Kapuas dan sekitarnya.

        Sungai Kapuas selalu menjadi destinasi yang wajib untuk dikunjungi, baik oleh masyarakat lokal kota Pontianak dan Kalimantan Barat. Sungai Kapuas menjadi salah satu tempat yang wajib di kunjungi untuk orang-orang dari luar daerah Kalimantan Barat, bahkan luar negeri. Karena letaknya yang strategis dan melintasi kota Pontianak, Sungai Kapuas sangat mudah untuk diakses. Dengan mengunjungi ikon suatau daerah yang kita kunjungi maka kita akan mendapatkan pengalaman yang berharga.

       Nongkrong di tepian Sungai Kapuas sangat asik dilakukan di sore hari sambil melihat keindahan langit Khatulistiwa saat Matahari mulai terbenam. Apalagi saat ini Pemerintah kota Pontianak juga sedang membangun destinasi wisata di Sungai Kapuas, dengan menata pinggiran Sungai Kapuas menjadi semakin rapi dan bagus. Pemerintah kota Pontianak juga sudah membangun Waterfront atau Taman Kota di tepian Sungai Kapuas, sehingga tempat ini biasa digunakan sebagai wahana berkumpul bersama keluarga, kerabat dan sahabat sambil menikmati keindahan Sungai Kapuas.



Bagi pengunjung yang tertarik untuk menyusuri Sungai Kapuas dengan karifan lokal, pengunjung bisa menyewa Sampan atau Perahu kecil dengan biaya Rp 10.000/orang dengan minimal lima orang. Harga tersebut cukup murah untuk harga yang harus dibayar dengan imbalan yang diperoleh berupa pengalaman menyusuri Sungai Kapuas dengan alat tranpotasi tradisional Pontianak dan Kalimantan Barat. Jika ingin suasana menyusuri Sungai  Kapuas yang lebih ramai, pengunjung bisa naik Perahu wisata yang bersandar di alun-alun Kapuas. Selain itu terdapat juga wisata air yang disediakan oleh masyarakat setempat yaitu dengan menyewakan Kano atau perahu kecil semacam Selanjar lengkap dengan dayung plastik. Bagi pengunjung yang tidak mahir berenang juga disediakan pelampung sebagai keamanan.

     Sungai Kapuas juga menyediakan background yang indah bagi pengunjung yang ingin mengabadikan moment bersama keluarga, kerabat dan sahabat dengan berfoto bersama di tepian Sungai Kapuas. Pengunjung juga bisa menyaksikan tradisi dan kearifan  lokal masyarakat tepian Sugai Kapuas dalam melakukan aktifitasnya, seperti lalu-lalang Sampan masyarakat setempat di Sungai Kapuas, bahkan pengunjung juga bisa menyaksikan atraksi anak-anak bermain di Sungai Kapuas dengan berenang dan melakukan loncatan indah ala anak-anak tepian Kapuas.


       Dengan sarana dan prasarana yang tersedia sebagai penunjang wisata di teipan Kapuas menjadikan keunikan tersendiri. Hal ini bisa dilihat bahwa tepian Sungai Kapuas selalu ramai di datangi pengunjung di sore hari. Pengunjung dapat merasakan pengalaman baru di Sungai Kapuas dengan menyusuri Sungai Kapuas menggunakan Sampan bersama keluarga, kerabat, dan sahabat untuk mengunjungi Masjid Jami dan Kesultanan Khadriah sebagai monument sejarah Kesultanan di Pontianak. Pengunjung juga bisa mengunjungi monument Tugu Khatuliswa dengan menggunakan Sampan atau hanya sekedar menyusuri Sungai Kapuas.

       Bagi pengunjung yang takut dengan kedalaman dan air, pengunjung bisa menikmati fasilitas wisata yang tersedia lainnya. Seperti hanya sekedar menyusuri tepian Sugai Kapuas dengan berjalan-jalan santai atau dengan menyewa sepeda yang disediakan oleh penyewa di sekitar sungai Kapuas. Dengan menyewa sepeda pengunjung bisa menikmati suasana sore hari dengan bersepeda menyusuri tepian Sungai Kapuas. Selain bermanfaat bagi tubuh dengan melakukan olahraga ringan juga bermanfaat bagi rohani dengan energi baru yang bisa di peroleh dari rasa senang karena berada di tepian Sungai Kapuas.






Penulis         : Zakaria Effendi
Terbit            : 26 Februari 2021


THE BEAUFULNESS OF LESTARI BEACH IN TANAH HITAM VILLAGE, PALOH DISTRICT, SAMBAS REGENCY

THE BEAUFULNESS OF LESTARI BEACH IN TANAH HITAM VILLAGE, PALOH DISTRICT, SAMBAS REGENCY

 


Each area has its own uniqueness and natural beauty, including in Tanah Hitam Village, Paloh District, Sambas Regency. This place is an area that does not only exist in the popularity of the people of Sambas Regency but also people outside Sambas Regency. Tanah Hitam is a village located in the East Paloh Sub-district, directly adjacent to the Sajingan Besar District and East Malaysia. In this place, Malay is the most famous culture, which is also related to many tourist destinations that are able to attract tourists every day.

Lestari Beach is one of the tourist objects that quite famous and still exists from the past until now. Apart from its quite beautiful natural scenery, the location of the beach is also very strategic and easy to access, so that many people inside and outside the Sambas district tend to be interested in visiting this natural beach tourism destination. In addition, Lestari Beach has the beauty of its clean beach sand. Not everyone is able to come to the beach area because it is closely guarded by local residents. The entrance fee is affordable, which is 5000 rupiah for a motorcycle and 10,000 rupiahs for a car. This price is valid until now. Maybe, there will be an increase in prices due to the conditions of the Covid-19 pandemic.

Apart from the tourist objects, every Sunday, there is a silat (martial-art) training held by the Benteng Mukmin academy. I have seen how fighters train together on the beach. They practice every morning. What a beautiful sight when I saw their compactness. The wind and waves highlighting the shoreline made me want to join them in training. In essence, there are no words of regret when you visit Lestari beach.

Author          Ebby Abadi ( Member of the English Community Hukum Ekonomi Syariah IAIN Pontianak "The King of HES")

Photo by     Facebook, Rafi Syahputra, 2020

Publish         : February, 26th 2021

Kebudayaan Masyarakat di Sekitar Masjid Jami’ Sultan Syarief Abdurrahman Al-Kadrie

Kebudayaan Masyarakat di Sekitar Masjid Jami’ Sultan Syarief Abdurrahman Al-Kadrie

 


Masjid merupakan tempat peribadatan bagi umat Islam. Selain itu, masjid juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat pelaksanaan kegiatan religius kebudayaan yang berkembang di masyarakat setempat. Berbagai kebudayaan itu tentunya akan terdapat perbedaan antar daerah. Semua ini tergantung dari kebudayaan lokal yang masih diasumsi oleh masyarakat di setiap daerah tertantu.

Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurahman Al-Kadrie memiki usia sekitar 246 tahun. Tentu ini bukan lagi usia yang muda, apalagi untuk disandingkan dengan usia Negara Indonesia yang masih sangat belia. Oleh sebab itu, wajar jika bangunan Masjid Jami’ Sultan Syarief abdurahman Al-Kadrie mengalami beberapa kali perenovasian. Dengan usia yang hampir memasuki dua setangah abad itu, tentu banyak sekali kebudayaan yang telah diwarikan dan masih dilakuakan hingga sekarang oleh masyarakat di daerah Pontinak khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar masjid.

Area masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurahman Al-Qadrie merupakan area tanah yang terpengaruh dengan pasang surut air sungai karena letaknya hanya sekitar beberapa meter dari sungai Kapuas. Jika diperhatikan, masjid ini terlihat seperti terpisah dengan keraton Kadariyah dikarenakan adanya jembatan kecil penghubung antara area keraton dan area masjid. Posisi ini seolah-olah terlihat seperti tanjung pulau yang terpisah dari lahan sekitarnya.

Menurut bapak Syarif Usman (54 tahun)  pertama kali masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie dibuat sebagaimana yang dijelaskan Usman bin Abdurahman dalam tulisannya yang sampai sekarang dapat dilihat sebagai kaligrafi yang memiliki nilai estetik dan tertata juga menyimpan nilai sejarah. Kaligrafi berisi informasi sejarah berdirinya Masjid jami’ Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie berada tepat diatas mimbar. Bagi orang awam, tulisan itu hanya sebagai kaligrafi yang biasa menghiasi masjid, namun bagi seorang peneliti yang terlebih yang ahli bahasa arab akan melihatnya sebagai litesi.

Kebudayaan Masyarakat Pontianak

Menurut Van Peursen (2001: 9) kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karya manusia. Berdasarkan data hasil wawancara dengan pak Safendi sebagai ketua RT (4/11/2017) mengatakan jumlah penduduk di kampung tersebut 1260 penduduk, 467 KK,  420 RT 120 RW dan 7 kelurahan. Jika dilihat dari data yang diperoleh tersebut terlihat cukup banyak masyarakat yang menempati daerah kampung beting.  Bapak Syarif Selamat Joesoef Al-Kadrie atau yang lebih akrab disapa Abah Simon yang ditemui di rumahnya  mengungkapkan bahwa banyak sekali kegiatan yang dilakukan masyarakat di sekitar masjid. Adapun diantaranya adalah seprahan, kegiatan ini sedikit berbeda dengan tradisi saprahan yang ada di Sambas ataupun Singkawang. Dari penamaannya juga sudah menunjukkan adanya sedikit perbedaan antara tradisi seprahan di Pontianak dengan saprahan di Sambas dan Singawang. Jika Saprahan setiap orang makan dengan hidangan di dalam talam dengan anggota kelompok sekitar 5-6 orang, maka Seprahan memungkinkan setiap orang makan saling berhadapan di tempat yang sama menggunakan daun pisang yang dipanjangkan.

Sejarah kegiatan secara rutin dilakukakan masjid Sultan Syarif Abdurrahman sulit diperoleh, beberapa sumber memastikan bahwa setiap hari besar Islam dilangsungkan di masjid ini. Terutama saat perayaan maulid nabi Muhammad saw. secara turun-temurun diselenggarakan dengan berbagai kegiatan seperti arak-arakan (Kirap) dari masjid ke alun-alun keraton Kadariah, khitanan massal, pernah juga diadakan pernikahan massal sekitar tahun 1930-an.

Beberapa sumber memastikan bahwa dahulu segala kegiatan (hajat) yang dilakukan keraton Kadariyah senantiasa melibatkan kegiatan pula di lingkungan masjid. Melihat para pendahulunya yang sering dalam menyebarkan syi’ar Islam dengan berprinpsip kepada toleransi budaya yang tinggi, sangat mungkin bahwa masjid Sultan Syarif abdurahman merupakan wadah pengembangan kebudayaan Islam di masa lalu, tidak terlepas pada kegiatan peribadatan. Sekarang ini acara serupa masih dilangsungkan, terutama hari-hari besar Islam. Dan peringatan hari jadi kota Pontianak sampai sekarang masih diselenggarakan di masjid Sultan Syarif Abdurrahman, yang dihadiri oleh Walikota beserta PEMDA kota Pontianak disertai warga sekitar masjid. Selain itu pada bulan Ramadhan, masjid Sultan Syarif Abdurrahman juga menyelenggarakan kegiatan pembinaan keagamaan yang ditujukan kepada  generasi muda (remaja) yakni kegiatan “Perkampungan Ramadhan” yang dilangsungkan selama beberapa hari diawal bulan ramadhan. Serta masjid Sultan Syarif Abdurrahman membuka unit pengelola zakat yang melakukan pengumpulan dan penyaluran zakat fitrah,zakat maal, infaq,dan shadaqah pada bulan ramadhan serta melakukan penyembelihan dan penyaluran hewan qurban pada hari raya idul Adha.

Selain penjelasan di atas, ada pula kebudayaan lain yang dilakukan masyarakat sekitar masjid sebagaimana yang dijelaskan oleh pak penjaga masjid, seperti minum  air berkah dan awet muda di tempayan yang berada di pojok kiri bagian belakang masjid. Terdapat dua buah tempayan yang selalu diisi oleh penjaga masjid setiap ada hujan di hari jum’at sebagai simbol keberkahan.

Kebetulan pula pak penjaga Masjid mendapat cucu perempuan yang baru seminggu dilahirkan, kemudian bayinya dibawa ke mimbar utama, berdasarkan informasi yang di dapat ternyata itu sudah menjadi tradisi bagi pak penjaga Masjid dan masyarakat sekitar masjid untuk mendo’akan kebaikan dan keselamatan bagi bayi yang baru lahir dengan memanjatkan do’a-do’a untuk si bayi. Walau demikian, tidak semua warga masih mau melakukan tradisi tersebut, karena memang setiap kebudayaan pasti akan mengalami pergeseran-pergeseran selaras dengan berkembangnya ilmu pengetahuan.


Penulis        : Dayang Rusna Almuharni

Publish       : 13 Desember 2020


Bukit Kelam, Batu Raksasa Yang Terbaring Di Bumi Senentang

Bukit Kelam, Batu Raksasa Yang Terbaring Di Bumi Senentang

 

     Bukit Kelam atau Gunung Kelam merupakan sebuah batu raksasa (monoloit) yang terletak di Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Sintang. Karena ukurannya yang sangat besar batu ini berbentuk layaknya bukit atau gunung dan memiliki ketinggian 1.002 meter diastas permukaan laut (mdpl). Mayoritas masyarakat Sintang dan juga Kalimantan barat menyebut batu tersebut dengan Bukit Kelam. Ukurannya yang menjulang tinggi membuat Bukit Kelam Nampak gagah jika di lihat dari dekat.

      Posisi Bukit Kelam membentang dari barat ke timur dan menjadi salah satu icon kota Sintang di Kalimantan barat. Bukit Kelam terletak di wilayah Hutan Wisata kecamatan Sintang Permai, kabupaten Sintang Kalimantan barat. Jarak Bukit Kelam dengan pusat Kota Sintang sekitar 20 km dan 395 km dari kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan barat.

        Selain menjadi tempat wisata dengan background Bukit Kelam yang indah, Bukit Kelam juga menjadi tempat bagi para pecinta alam dari berbagai daerah untuk melakukan pendakian. Bukit Kelam bisa  di naiki dengan waktu sekitar 4-5 jam. Dinding batu yang curam membuat tidak sembarangan orang bisa menaiki Bukit ini, bagi siapa saja yang ingin mendaki Bukit Kelam hendaknya sudah terlatih dan melakukan persiapan yang matang.

    Namun bagi sebagian orang yang suka dengan tantangan, Bukit Kelam menjadi salah satu opsi. Tingkat kecuraman Bukit Kelam terbilang cukup ekstrem daripada Gunung-gunung biasanya yang cenderung landai. Sehingga hal tersebut menarik para pendaki dari berbagai daerah di Kalimantan barat untuk mencoba sensasi dan tantangan mendaki Bukit Kelam.

Bukit Kelam juga menjadi habitat alami dari tumbuhan langka Kantong Semar, dilansir dari Jurnal Redfern Natural History, MPherson, S.R pernah menulis jurnal pada tahun 2009 dengan judul Pitcher Plants of the old World dimana didalamnya dijelaskan bahwa Bukit Kelam merupakan salah satu habitat yang dikenal paling penting di dunia untuk tanaman Kantong Semar. Bukit Kelam juga menjadi rumah bagi 14 spesies yang berbeda, salah satunya yang endemik dan hanya bisa di temukan di Bukit Kelam adalah Nepenthes Clipetea yang sampai saat ini di anggap menjadi jenis spesies yang paling terancam punah dari spesies lainnya.

    Tanaman Kantong Semar tummbuh disisi tebing granit vertical pada ketinggian antara 500-800 meter. Sebagaian besar tanaman Kantong Semar tumbuh di sudut-sudut jelas dari bukit jauh dari jangkauan. Selain Kantong Semar, Bukit Kelam juga menjadi habitat Anggrek Hitam, sedangkan hewan yang hidup di Bukit Kelam adalah Beruang Madu dan Trenggiling. Selain itu gua-gua yang terdapat di celah-celah Bukit Kelam juga menjadi tempat tinggal dari burung wallet dan burung-burung lainnya.

    Sejarah terbentuknya Bukit Kelam yang menjadi cerita legenda yang berkembang pada masyarakat Sintang dan di ceritakan secara turun-temurun adalah cerita tentang seorang sakti yang bernama Bujang Beji yang memikul sebongkah batu dari Kapuas Hulu untuk membendung sungai Melawi. Hal tersebut dilakukan karena Bujang Beji merasa iri dengan Temenggung Marubai yang menguasai sungai Melawi. Selain itu karena rasa iri hati Bujang Beji yang selalu mendapat tangkapan ikan yang lebih sedikit dari Tumenggung Marubai. Karena itu membuat ia ingin membendung aliran sungai melawi dengan batu besar pada hulu sungai melawi. Akan tetapi saat dalam perjalanan, para Dewi di kahyangan menertawainya sehingga membut Bujang Beji marah dan tali pengikat yang terbuat dari rumput putus. Batu tersebut kemudian jatuh di sebuah lembah yang bernama Jetak, Bujang Beji berusaha mengangkat kembali batu tersebut, namun batu tersebut sudah melekat dan tidak bisa diangkat lagi. Selain cerita masyarakat tersebut, keberadaan Bukit Kelam dikabarkan sebagai sebuah Meteor yang jatuh di Kota Sintang pada jutaan tahun yang lalu.

    Bukit Kelam memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai wisata alami  yang terdapat di Kabupaten Sintang. Keindahan alam yang masih asri harus dijaga kelestariannya, karena selain sebagi simbol atau icon Kota Sintang. Bukit Kelam juga menjadi simbol bagi kelestarian alam di tengah masifnya perkembangan perkebunan Kelapa Sawit yang membabat sebagian hutan di Kalimantan barat dan Kalimantan tengah.

      Bukit Kelam juga menjadi sarana bagi wisata alam dan pusat studi kearifan lokal Kota Sintang. Wisatawan yang datang dari luar daerah bisa sekaligus belajar tetang kehidupan masyarakat Dayak di sekitar Bukit Kelam yang menjaga kelestarian Bukit Kelam sehingga kearifan lokal masih bertahan hingga sekarang. Keunikan-keunikan tradisi dan budaya masyarakat di sekitar Bukit Kelam nilai tambah bagi wisatawan yang hendak berlibur ke Bukit Kelam.

 

Penulis/ Author  : Zakaria Effendi

Published            : 4 Desember 2020

 

Syair Siti Jubaidah Desa Suhaid Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Syair Siti Jubaidah Desa Suhaid Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

 


Syair Siti Jubaidah Desa Suhaid Kabupaten Kapuas Hulu-Beranjak dari suatu pengalaman penulis berinteraksi dengan salah satu orang tertua di desa Nanga Suhaid dusun Madang Permai. Kakek tersebut bernama H. Bilal Mad yang merupakan salah satu tokoh agama desa Suhaid. Cerita ini diambil ketika Kakek H. Bilal Mad menjadi salah satu narasumber kami untuk penelitian ditahun 2018. Kami mengambil data untuk penelitian kemudian dia bercerita kepada penulis tentang sejarah Syair Siti Jubaidah. pada tahun 2019 Kakek H. Bilal Mad telah meninggal dunia dan cerita Syair Jubaidah menjadi ingatan si penulis ingin menyambung cerita ini.

Syair Siti Jubaidah Desa Suhaid Kabupaten Kapuas Hulu-Siti Jubaidah adalah wanita dari Iran, pulau Perenggi. Berawal dari Sultan Abidin yang memutuskan untuk merantau dan tidak mau menikah, Sultan Abidin berlayar dan belabuh di negeri Suhaid. Ketika itu Sultan Abidin mengembara dan melewati perumahan warga desa. Saat diperjalanan Sultan Abidin melihat Siti Jubaidah yang sedang mengajar ngaji, Sultan Abidin penasaran dengan suara yang merdu yang dilantunkan oleh Siti Jubaidah. Sultan Abidin mendatangi rumah Siti Jubaidah yang sedang membaca Al-qur’an dengan alasan ingin menumpang mandi. Wahai bapak, tutur Sultan Abidin yang mencoba berbicara kepada orangtua Siti Jubaidah yang kebetulan duduk didepan rumah, "apakah saya boleh menumpang mandi disini, karena saya merupakan perantau yang jauh dan tidak memiliki tempat tinggal", Bapak Siti Jubaidahpun menjawab "silahkan wahai anak muda".

Saat masuk kerumah, Sultan Abidin melirik Siti Jubaidah yang sedang membacakan ayat Al-Qur’an. Terpancar wajah cantik dan putih yang membuat Sultan Abidin terpana dan terdiam saat melihat Siti Jubaidah. Waktu itu Sultan Abidin belum mengenali Siti Jubaidah, Sultan Abidin bertanya melalui bapak Siti Jubaidah yang kebetulan mengijinkannya untuk masuk kerumah. Wahai bapak, siapakah nama Dayang tersebut? Dia adalah Siti Jubaidah seorang anak desa yang bersuara Indah.

Tanpa pikir panjang Sultan Abidin ingin menikahi Siti Jubaidah. Dan berkata wahai penduduk rumah aku adalah seorang pengembara yang berasal dari negeri Arab ingin menikahi Siti Jubaidah. Siti Jubaidahpun terkejut, padahal Siti Jubaidah dan Sultan Abidin belum pernah mengenal satu sama lain. Dari Abdullah Sani umar Bakri yang merupakan kerabat dari Siti Jubaidah  membawa Sultan Abidin langsung bertunangan dengan Siti Jubaidah. Mendangar hal tersebut dengan bergegasnya Sultan Abidin memberikan cicin kepada Siti Jubaidah dan melaksanakan tunangan serta menikah dengan syariat Islam.

Ketika itu Sultan Abidin membangun kerajaan negeri Suhaid. Kerajaan kecil yang terletak disebuah desa terpencil tempat Siti Jubaidah tinggal. Sewaaktu ketika ada seorang bapak-bapak yang mengadu permasalannya kepada Sultan Abidin. Bapak tersebut mengatakan bahwasahnya anaknya ingin dinikahi oleh orang China dan ingin diambil secara paksa. Tapi bapak tersebut tidak menginginkan pernikahan mereka karena dari keluarga wanita adalah orang muslim sedangkan pihak lelaki China merupakan kaum Tionghoa. Hal ini memicu perperangan antara kaum China dan Muslim di desa. Sultan Abidinpun memberikan ide kepada bapak tersebut untuk membuat berita bohong kepada kaum China bahwasahnya putri beliau telah meninggal dunia agar China pulang ke Negerinya dan tidak mengejar wanita tersebut. Chinapun meninggalkan desa Suhaid tapi anak bapak tersebut dinikahi dengan Sultan Abidin karena untuk melindungi anaknya yang sedang terancam dari warga China. Siti Jubaidahpun menerima hal tersebut dan istri Sultan Abidin berjumlah dua orang.

Di Istana mereka tentram dan bahagia bahkan dua istri tersebut akur dalam satu rumah. Tiba-tiba saat Siti Jubaidah mengajarkan baca tulis al-Qur’an pada masyarakat keraton. China datang kembali dan memberontak. Kali ini mereka menangkap Sultan Abidin, Abdullah Sani dan Umar Bakrie yang merupakan pemimpin Istana Keraton. Penangkapan tersebut berawal dari Sultan Abidin dan kaumnya menyerang orang-orang China yang mengakibatkan perperangan. Mereka dikalahkan oleh China dan akhirnya ditawan oleh orang China. Siti Jubaidah tidak mengetahui tentang perperangan tersebut dan diapun lari ke Benua Nenek Kebayan karena mendengar dari istana bahwasahnya Sultan Abidin telah tertangkap

Siti Jubaidah berbicara kepada neneknya untuk meminta ijin untuk keluar Istana padahal ketika itu Siti Jubaidah sedang hamil besar. Tiba-tiba saat perjalanan Siti Jubaidah melahirkan anak lelaki tanpa ada orang yang menolong. Anak tersebut diberi dengan nama Ahmad. Siti Jubaidah membawa anaknya ke bukit untuk bertemu dengan Kadi untuk mencari ilmu di bukit. Bermacam-macam ilmu yang Siti Jubaidah pelajari sepeti ilmu penawar racun untuk menjadi wanita yang tangguh. Siti Jubaidah berguru dengan seorang wanita saudara dari raja Mahram. Siti Jubaidah meminta pertolongan untuk bekerja sama menghancurkan China untuk mengambil kembali Sultan Abidin yang ditawan oleh orang-orang China. Siti Jubaidah dan seorang wanita saudara dari raja Mahram menyelinap dan menyerupai seorang laki-laki untuk melepaskan Sultan Abidin di penjara.

Tujuh pemimpin China adalah wanita semua. Kebetulan sewaktu itu Siti Jubaidah menyamar menjadi laki-laki dan satu diantara wanita China menyukai Siti Jubaidah dengan nama samaran yaitu Saha dan temannya bernama Naha dan mereka berdua menulis sebuah surat untuk kerajaan negeri Iraq agar bisa menolong Sultan Abidin yang tertawan. Waktu itu raja Iraq dan Iran sedang berburu di tanah Sultan Abidin. Ternyata raja Iraq adalah saudara Siti Jubaidah yang telah lama berpisah dikarenakan dulunya Siti Jubaidah Putri Bungsu tersesat di Negeri Suhaid.

Siti Jubaidahpun menemukan Sultan Abidin yang sedang diikat dengan tali. Siti Jubaidah menghampiri dan mencoba membuka tali tersebut. Sultan Abidin terkejut dan bertanya siapa engkau wahai lelaki tampan?, aku adalah Saha (ucap Siti Jubaidah yang saat itu menyamar menjadi laki-laki). Sultan Abidinpun bertanya kembali, apakah engkau mengenali Siti Jubaidah. Dia tidak mengetahui kalau sebenarnya Saha merupakan seorang wanita yang bernama Siti Jubaidah yang merupakan istrinya sendiri. Siti Jubaidahpun membuka penyamaranya dan mengatakan wahai Abidin ini aku Siti Jubaidah. Sultan Abidinpun menangis dan memeluk Siti Jubaidah lalu menyayikan sebuah syair yang berjudul Siti Jubaidah wanita cantik dan setia.

Wanita China yang menyukai Siti Jubaidah yang ketika itu menyamar menjadi Saha dinikahkan Siti Jubaidah dengan Suaminya Sultan Abidin dan merekapun bekeluarga. Sultan Abidin memiliki tiga orang Istri yang setia dan cantik. Sultan Abidin dan Istri-istrinya lari kembali ke istana tapi saat tiba di Istana kerajaan telah roboh dihancurkan oleh orang-orang China. Dan kejaraan barupun muncul yang dibawa oleh anak Sultan Abidin dari Siti Jubaidah bernama Ahmad. Syair Siti Jubaidahpun berkumandang merdu saat mereka menyanyikannya dan menjadikan sebuah cerita kesetian dan kelebaran hati seorang Siti Jubaidah.


Dipublikasikan    : 15 November 2020

Penulis                   : Bibi Suprianto 

Narasumber         : Almarhum. H. Bilal Mad

Bubur pedas merupakan Makanan Khas Daerah Sambas Kalimantan Barat.

Bubur pedas merupakan Makanan Khas Daerah Sambas Kalimantan Barat.

 

Bubur Pedas - Bubur pedas merupakan makanan khas daerah Sambas Kalimantan Barat. Makanan ini sangat diminati oleh banyak orang. Ke istimewaannya yaitu terletak pada rasa dan bahannya yang mengunggah selera. Bubur pedas kini banyak dijual diberbagai daerah contoh saja, Pontianak dan Kapuas Hulu dengan harga berkisar  10 sampai 12 ribu rupiah permangkok. Tentu harga tesebut adalah harga terjangkau bagi masyarakat. Apalagi jika masyarakat bisa membuat bubur pedas sendiri tanpa membeli ke warung mungkin harga dan takaran bubur pedas akan berbeda. Untuk itu sebelum membuat bubur pedas, langkah-langkah ini akan mempermudah masyarakat untuk membuat bubur pedas sendiri. Bahan-bahan dasar dan pembuatannya sebagai berikut:

Pertama, bumbu arok dicampur dengan kelapa yang sudah diparut kemudian di Sangrai (oseng) tanpa minyak bersamaan dengan ketumbar, darmanis dan beras. Dengan catatan langkah pertama jangan sampai hangus atau gosong.

Kedua, bahan tersebut diblender sampai halus sehingga bisa dicampuri dengan bahan seperti pakis, daun kunyit, daun kasum, daun singkel (daun buas-buas), baput, bamer dan lengkuas.

Adapun bahan-bahan sunnahnya yaitu berupa ubi jalar/ ubi kayu yang telah diiris dan halus, kemudian jagung, wartel serta kulat ataupun jamur yang menjadi selera dalam pembuatan bubur pedas.



Dengan banyaknya daerah yang bisa membuat bubur pedas akan menjadikan makanan tersebut semakin terkenal. Makanan ini merupakan makanan yang sangat mudah dibuat asalkan bahan serta langkah-langkah pembuatan telah tepat disiapkan. Resep awal akan membantu proses pembuatan yang mungkin bisa menjadi persiapan bahan-bahan utama.

Penambahan berbagai rasa seperti kecap, cuka atau jeruk nipis dan bumbu lainnya akan menambahkan selera makan pada diri kita. Sehingga tidak cukup bagi kita memakan bubur pedas hanya satu mangkok saja.

Jika kita ingin mencari bubur pedas maka berkunjunglah didaerah Sambas Kalimantan Barat atau daerah sekitarnya seperti Pontianak dan Kapuas Hulu. Tulisan ini ditulis berdasarkan pengalaman serta keinginan untuk berbagi informasi tentang makanan di Kepulauan Borneo khusunya Kalimantan Barat.

 

 

Penulis             : Hetty Rianti & Bibi Suprianto

Sumber Poto   : Hetty Rianti


Perum atau Pedak Makanan unik dari Kapuas Hulu

Perum atau Pedak Makanan unik dari Kapuas Hulu

 

Perum atau Pedak Makanan unik dari Kapuas Hulu - Perum atau pedak salah satu makanan yang biasa dibuat oleh warga masyarakat Kapuas Hulu. Perum merupakan olahan makanan yang berasal dari ikan yang dicapurkan dengan berbagai macam bumbu. Biasanya perum dibuat menggunakan ikan kecil seperti Bilis, Udang ataupun Seluang yang didiperoleh oleh nelayan melalui jaring penangkap ikan.

Sebelum itu, hal yang perlu dibuat untuk membuat makanan perum yaitu beras yang di oseng hingga gosong. Uniknya beras yang di oseng sampai gosong tersebut menjadi bahan utama dalam membuat makanan perum. Ini merupakan makanan yang sangat menarik bagi banyak orang, apalagi makanan ini hanya ada di daerah Kalimantan Barat.

Setelah beras di oseng sampai gosong kemudian beras tersebut didinginkan sekitar 20 menit sampai 1 jam proses. Saat beras tersebut sudah hitam dan dingin barulah dimasukkan dengan ikan Bilis, Udang, ataupun Seluang kedalam wadah yang telah disiapkan dengan Bawang Putih, Bawang Merah, Garam dan Cabe. Barulah digoreng dengan minyak goreng secukupnya.

Di Desa Nanga Suhaid Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat, makanan perum dibuat oleh salah satu warga yang bernama ibu Juleha. Banyak masyarakat yang membeli kepadanya. Biasanya ibu Juleha menjual makanan perum yang masih mentah atau belum di goreng dengan harga 5 sampai 6 ribu per ons. Ibu Juleha mengatakan setiap hari perum yang dijual bisa laku 4 sampai 10 bungkus tergantung dengan harga minat pada masyarakat perdesaan.

Makanan ini sangatlah enak jika dimakan dengan nasi yang masih panas. Rasanya gurih, manis, dan pedas menjadi satu ketika dinikmati.

Jadi, jika kalian berkunjung di desa Nanga Suhaid Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat jangan lupa untuk mencari makanan perum yang merupakan salah satu makanan buatan asli Kapuas hulu.



Penulis : Bibi Suprianto

Update : 2 Oktober 2020

Wawancara: Ibu Juleha (2 Oktober 2020)


RINGAU:  Ikan Mungil Kapuas Hulu Kalimantan Barat dengan Harga Jutaan.

RINGAU: Ikan Mungil Kapuas Hulu Kalimantan Barat dengan Harga Jutaan.

 


RINGAU:  Ikan Mungil Kapuas Hulu Kalimantan Barat dengan Harga JutaanRingau adalah ikan air tawar yang sangat disukai oleh banyak orang. Ikan ini memiliki ciri khas ikan yang unik pada badannya. Keunikan tersebut seperti garis gambar pada badannya yang bisa menentukan harga ikan ini mahal ataupun murah saat dijual. Selain itu ikan Ringau juga sebagai ikan hias yang senantiasa menjadi kontes seseorang untuk berbisnis dengan orang luar. Hal ini menjadikan sebuah ladang usaha masyarakat untuk mencari nafkah bagi kehidupan.

Ikan Ringau memiliki bermacam-macam harga dari bentuk dan ciri khas garis pada setiap ikan tersebut.

Pertama, ikan Ringau bar (bintang) 3

memiliki 3 garis bintang yang biasa disebut oleh para pebisnis desa dengan sebutan 3 bar (bintang). Ikan ini sangat sulit dicari oleh banyak orang dan harganya  sangat mendukung bagi penghasilan masyarakat. Harganya dihitung berdasarkan ukuran badan dan garis, berkisar 30.000 dikali 1 cm. biasanya orang-orang yang mendapatkan ikan Ringau bintang 3 sebesar 11 cm dengan hasil pendapatan 363.000 untuk satu ekor. Jika masyarakat mendapatkan 4 sampai 5 ekor dalam satu hari tentu akan menghasilkan pendapatan sekitar 1.5 sampai 2 juta.

Kedua, ikan Ringau bar (bintang) 4

Sama halnya dengan ikan bar 3, bar 4 memiliki harga yang sedikit berbeda kisaran 20.000 per 1 cm. Rata-rata masyarakat desa Suhaid Kabupaten Kapuas Hulu mendapatkan ikan ringau sebesar 13 cm dengan harga satuan 260.000 untuk satu ekor. Harga ini diikuti dengan jumlah yang mereka dapat, biasanya perhari masyarakat mencari ikan Ringau di desa Suhaid bisa menghasilkan 3 sampai 5 ekor ikan. Jika dihitungkan 5 ekor untuk satu hari bisa menambahkan penghasilan kisaran 1 sampai 1,5 juta.

Ikan Ringau Short Body

Short body sangat jarang didapatkan oleh para pemancing, tapi terkadang ada juga yang mendapatkannya tanpa diduga oleh para pemancing. Harganya juga sangat menarik bagi masyarakat. Biasanya 1 ekor dengan ukuran badan 13 cm berkisar 3 sampai 5 juta. Bayangkan hanya satu ekor ikan tersebut kita mampu membeli kebutuhan pangan bagi keluarga.

Ikan Ringau biasanya ditemukan oleh pemancing di sungai yang memiliki batang ataupun telampung yang berlubang kecil. Lubang tersebut merupakan sarang bagi ikan Ringau. Banyak orang yang mengatakan ikan ini tidak pernah lari dari lubang batang tersebut dan dapat dikatakan lubang tersebut merupakan sarang bagi ikan Ringau.

Dengan harga yang melambung pada setiap ikan tentu sangat menarik jika ikan tersebut dibudidayakan pada daerah yang kita miliki. Jika diternakan tentu orang-orang tidak susah mencari ikan Ringau dengan cara memancing setiap hari. Cukup untuk mempelihara ikan tersebut sampai mempunyai banyak bibit dan dijual bisa menghasilkan tabungan yang begitu tinggi bagi kehidupan.


Penulis : Bibi Suprianto

Kamis, 3 September 2020